Senin, 08 Agustus 2022, 11:25 WIB

Pilpres 2024, King Maker Masih Wajah-Wajah Lama

Pilpres 2024, King Maker Masih Wajah-Wajah Lama

ParwaInstitute.id- Konstelasi politik nasional belakangan ini diwarnai dengan manuver partai politik dalam rangka menuju perhelatan Pemilu 2024. Ada yang sudah membentuk koalisi seperti Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) oleh GOLKAR-PAN-PPP, sementara NasDem-PKS- Demokrat dan PKB-Gerindra sementara melakukan penjajakan. Berbeda dengan PDIP sebagaimana kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristyanto “biarkan yang lain (Parpol) berdansa politik”.

 

Tan Taufiq Lubis, Sekretaris Jenderal DPP Partai Pelita, menekankan bahwa tokoh-tokoh yang menonjol di Pemilu 2024 masih didominasi oleh wajah-wajah lama, tentunya akan menjadi King Maker yang akan menentukan laju kualitas demokrasi dan juga menentukan siapa kandidat yang terpilih jadi Presiden-Wakil Presiden pada Pemilu 2024.

 

“Skema koalisi di Pemilu 2024, King Maker dari KIB jelas ada Zulhas, Hatta Rajasa, Airlangga, Suharso Monoarfa, dan kalau di koalisi NasDem-PKS-Demokrat King Maker-nya Jan Darmadi, Surya Paloh, Salim Segaf Al-Jufri, SBY bahkan ada Jusuf Kalla, dan juga koalisi Gerindra-PKB yang King Maker-nya ada Prabowo, Dasco, Cak Imin. Dan yang lebih menarik adalah PDIP yang King Maker-nya hanya berpangku kepada Ibu Megawati Soekarno Putri yang bisa mengusung Capres-Cawapresnya sendiri,” tuutrnya.

 

Itu disampaikan di program Bioskop Politik (BIOTIK) Parwa bertema “Potensi Koalisi Parpol di Pemilu 2024” pada 29 Juli 2022. Ia menlanjutkan dengan mengungkapkan bahwa Indonesia di Pemilu sebelumnya khususnya di Pilpres meninggalkan banyak luka khususnya soal perpecahan yang terjadi di masyarakat sehingga dibutuhkan pasangan Capres-Cawapres lebih dari dua atau tiga.

 

“Partai Pelita memiliki komitmen untuk mendorong Parpol membuka ruang bagi pasangan calon lebih dari tiga kandidat. Ini menjadi perhatian khusus partai Pelita karena kami lihat residu demokrasi yang terjadi di 2019 sampai saat ini masih terasa tidak hanya di tataran grassroot tetapi juga ditataran elit politik,” ungkapnya.

 

“Seluruh Parpol yang establish hari ini harus didorong untuk membuka ruang yang sebesar-besarnya bagi lahirnya pasangan Capres dan Cawapres lebih dari 2 untuk menghindari polarisasi di level grassroot dan level kelompok masyarakat lain,” imbunya.

 

 

Ia melanjutkan bahwa koalisi yang tentunya akan meramaikan dinamika dan terlibatnya para kaum oligarki atau pengusaha yang hadir dalam kontestasi politik di Pemilu 2024 juga akan menentukan skema politik koalisi 2024.

 

“Tentunya disana juga ada kelompok-kelompok oligarki dan para pemilik modal yang akan terlibat dalam kontestasi politik 2024 dan juga akan menentukan skema politik koalisi 2024. Parpol ataupun para aktivis didalamnya jangan pula berjumawa atau berbesar kepala bahwa mereka akan menentukan 100% dari skema koalisi politik pada 2024,” tekannya.

 

“Saya lebih melihatnya pada 2024 akan dipengaurhi oleh anasir-anasir lain yang memang memiliki akses dan asset kapital, dan kita bisa melihat di 2019 itu juga terjadi dan ditentukan oleh para pemilik modal,” lanjutnya.

 

Selain itu, Tan Taufiq melanjutkan bahwa belakangan ini dan beberapa bulan ke depan Pelita fokus pada persiapan verifikasi Parpol baik administrative maupun verifikasi faktual oleh KPU.  Katanya, tentu ini adalah kerja-kerja besar, konsolidasi politik dan kebetulan di Pelita ini adalah wajah-wajah baru, orang-orang baru, apalagi di kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Ketua Umumnya baru berusia 33 Tahun.

 

“Yang memang struktur dibawah juga diisi oleh orang-orang yang masih muda dan milenial dan level majelis permusyawaratan partai 90 % diisi oleh tokoh-tokoh agama. Kami memiliki komitmen untuk melahirkan para politisi-politisi baru, negarawan baru yang tentunya dapat menjamin pelaksanaan pembangunan demokrasi yang lebih sehat dan bermartabat,” tegasnya.

 

“Komitmen Pelita sebagai Parpol, tentunya ingin turut serta membangun demokrasi yang sehat dan lebih beradab, melihat bahwa kontestasi politik saat ini tidak hanya sekedar minus etika tetapi juga minus ketokohan,” pungkasnya.

Share