ParwaInstitute.id – Dedi Kurnia Syah Putra, Direktur Indonesia Political Opinion, mengungkapkan bahwa koalisi atau skema terbentuknya kelompok-kelompok peserta pemilu untuk 2024 dipengaruhi beberapa faktor, dan yang paling mengemuka iada 2 faktor.
“Faktor pertama adalah faktor dari tingkat soliditas dari masing-masing partai politik mengikuti dengan asumsi kepemilikan suara di parlemen, semakin besar suara di parlemen yang mereka miliki maka semakin mungkin mereka akan menjadi juru kunci dari koalisi-koalisi yang terbentuk di 2024,” tuturnya dalam program Biotik bertema “Potensi Koalisi Parpol di Pemilu 2024” (29/07/22).
Ia melanjutkan untuk faktor kedua adalah berkaitan dengan faktor ketokohan atau ini mungkin yang dimaksud dengan faktor siapa yang kira-kira akan terusung. Faktor ketokohan ini pun, menurutnya akan terbagi lagi menjadi dua.
“Satu adalah faktor ketokohan dan internal partai politik bisa itu dari elit politik pimpinannya maupun dari kader partai politik yang memang menonjol dari sisi kelayakan serta pontensial terusung oleh partai politiknya,” katanya.
“Semantara yang kedua dari faktor ketokohan adalah tokoh non partai politik yang punya peluang sekaligus punya potensi terusung karena adanya kedekatan dengan Parpol sekaligus juga kepemilikan elektabilitas dan juga popularitas,” imbuhnya.
Dedi melanjutkan bahwa faktor partai politik diasumsikan Pemilu 2024 bisa saja memunculkan Empat poros atau Dua poros, dan ini bergantung dari kuncinya. Kunci yang terlihat bisa mempengaruhi adanya Dua poros maupun Empat poros adalah PDIP.
“Kenapa PDIP menjadi kunci terjadinya Empat atau Dua, ini bergantung pada komitment PDIP itu sendiri, apakah PDIP di 2023 nanti itu berhasil membangun koalisi atau PDIP konsisten dengan mengusung kadernya sendiri ya tentu pilihannya adalah Puan Maharani tidak ada yang lain dalam orientasi kepartaian,” tegasnya.
Tetapi merujuk pada konsep Empat poros adalah ketika PDIP mengusung sendiri dengan kadernya sendiri, orientasi utamanya adalah Puan Maharani dan membebaskan tiga poros lainnya terbentuk secara organik. Kalau demikian maka kelompok kedua yang akan mendampingi PDIP adalah Gerindra-PKB, kemudian Kelompok Ketiga adalah kempok KIB, kelompok keempat baru kemudian Nadem-Demokrat-PKS.
“Tapi peluang Empat poros inipun bisa saja berubah kalau kemudian pilihan partai pemilik ambang batas 20% untuk pencalonan presiden itu, ya PDIP ternyata berhasil untuk menggeser koalisi salah satunya misalnya KIB. Ketika KIB berhasil di geser mengikuti gerbong besarnya PDIP maka peluangnya justru menjadi Dua,” ujarnya.
Dedi memberikan alasan bahwa itu terjadi ketika terjadi poros PDIP yang cukup besar dengan syarat berhasil menggeser KIB menjadi bagian dari koalisi mereka. Tentunya, itu tidak secara total menggeser 3 Partai, tetapi bisa saja terjadi perpecahan di KIB kemudian pecahan terbesarnya yang dimotori oleh Golkar yang bergerak ke PDIP, pecahan yang kecil entah itu PAN atau PPP mengikuti ketokohan yang mungkin dekat dengan mereka akan mengikuti karkater koalisi yang lain.
Ia melanjutkan bahwa sekarang yang menarik adalah apakah tokoh-tokoh potensial seperti Puan Maharani, Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar dari kelompok elite politik termasuk AHY kemudian digabung dengan kelompok nonelite partai politik ada Anies Baswedan, Andika Perkasa, Khofifah, Sandiaga Uno.
“Ini bergantung pada masing-masing posisi ketika mereka ditawarkan. Saya kasih gambaran misalnya ketika Anies Baswedan ini berhasil mendapatkan tiket keterusungan di Pilpres maka keterusungan Anies Baswedan ini bisa saja secara signifikan akan mempengaruhi koalisi yang sudah terbentuk dari awal,” untainya.